MOTIVASI
1.
PENGERTIAN MOTIVASI
Motivasi
dapat diartikan sebagai kekuatan (energi) seseorang yang dapat menimbulkan
tingkat persistensi dan entusiasmenya dalam melaksanakan suatu kegiatan, baik
yang bersumber dari dalam diri individu itu sendiri (motivasi intrinsik) maupun
dari luar individu (motivasi ekstrinsik).
Seberapa
kuat motivasi yang dimiliki individu akan banyak menentukan terhadap kualitas
perilaku yang ditampilkannya, baik dalam konteks belajar, bekerja maupun dalam
kehidupan lainnya.. Kajian tentang motivasi telah sejak lama memiliki daya
tarik tersendiri bagi kalangan pendidik, manajer, dan peneliti, terutama
dikaitkan dengan kepentingan upaya pencapaian kinerja (prestasi) seseorang.
2.
TEORI-TEORI MOTIVASI
a. Drive
Reinforcement
Teori ini tidak
menggunakan konsep suatu motive atau proses motivasi. Sebaliknya teori ini
menjelaskan bagaimana konsekuensi perilaku dimasa yang lalu mempengaruhi
tindakan dimasa yang akan datang dalam proses pembelajaran. Contohnya, Freud (
1940-1949 ) berdasarkan ide-idenya tentang kepribadian pada bawaan, dalam
kelahiran, dorongan seksual dan agresif, atau drive (teorinya akan diterangkan
secara lebih detail dalam bab kepribadian). Secara umum , teori-teori drive
mengatakan hal-hal berikut : ketika suatu keadaan dorongan internal muncul,
individu di dorong untuk mengaturnya dalam perilaku yang akan mengarah ke
tujuan yang mengurangi intensitas keadaan yang mendorong. Pada manusia dapat
mencapai tujuan yang memadai yang mengurangi keadaan dorongan apabila dapat menyenangkan
dan memuaskan.
b. Teori
Harapan
Victor H.
Vroom, dalam bukunya yang berjudul “Work And Motivation” mengetengahkan suatu
teori yang disebutnya sebagai “ Teori Harapan”. Menurut teori ini, motivasi
merupakan akibat suatu hasil dari yang ingin dicapai oleh seorang dan perkiraan
yang bersangkutan bahwa tindakannya akan mengarah kepada hasil yang
diinginkannya itu. Artinya, apabila seseorang sangat menginginkan sesuatu, dan
jalan tampaknya terbuka untuk memperolehnya, yang bersangkutan akan berupaya mendapatkannya.
Dinyatakan
dengan cara yang sangat sederhana, teori harapan berkata bahwa jika seseorang
menginginkan sesuatu dan harapan untuk memperoleh sesuatu itu cukup besar, yang
bersangkutan akan sangat terdorong untuk memperoleh hal yang diinginkannya itu.
Sebaliknya, jika harapan memperoleh hal yang diinginkannya itu tipis,
motivasinya untuk berupaya akan menjadi rendah.
Di kalangan
ilmuwan dan para praktisi manajemen sumber daya manusia teori harapan ini
mempunyai daya tarik tersendiri karena penekanan tentang pentingnya bagian
kepegawaian membantu para pegawai dalam menentukan hal-hal yang diinginkannya
serta menunjukkan cara-cara yang paling tepat untuk mewujudkan keinginannnya
itu. Penekanan ini dianggap penting karena pengalaman menunjukkan bahwa para
pegawai tidak selalu mengetahui secara pasti apa yang diinginkannya, apalagi
cara untuk memperolehnya.
c. Teori Tujuan
Edwin Locke
mengemukakan bahwa dalam penetapan tujuan memiliki empat macam mekanisme
motivasional yakni :
(a)
tujuan-tujuan mengarahkan perhatian
(b)
tujuan-tujuan mengatur upaya
(c)
tujuan-tujuan meningkatkan persistensi, dan
(d)
tujuan-tujuan menunjang strategi-strategi dan rencana-rencana kegiatan.
d. Teori
Hirarki kebutuhan Maslow
Teori
motivasi yang dikembangkan oleh Abraham H. Maslow pada intinya berkisar pada
pendapat bahwa manusia mempunyai lima tingkat atau hierarki kebutuhan, yaitu :
(1) kebutuhan fisiologikal (physiological needs), seperti : rasa lapar, haus,
istirahat dan sex; (2) kebutuhan rasa aman (safety needs), tidak dalam arti
fisik semata, akan tetapi juga mental, psikologikal dan intelektual; (3)
kebutuhan akan kasih sayang (love needs); (4) kebutuhan akan harga diri (esteem
needs), yang pada umumnya tercermin dalam berbagai simbol-simbol status; dan
(5) aktualisasi diri (self actualization), dalam arti tersedianya kesempatan
bagi seseorang untuk mengembangkan potensi yang terdapat dalam dirinya sehingga
berubah menjadi kemampuan nyata.
Kebutuhan-kebutuhan
yang disebut pertama (fisiologis) dan kedua (keamanan) kadang-kadang
diklasifikasikan dengan cara lain, misalnya dengan menggolongkannya sebagai
kebutuhan primer, sedangkan yang lainnya dikenal pula dengan klasifikasi
kebutuhan sekunder. Terlepas dari cara membuat klasifikasi kebutuhan manusia
itu, yang jelas adalah bahwa sifat, jenis dan intensitas kebutuhan manusia
berbeda satu orang dengan yang lainnya karena manusia merupakan individu yang
unik. Juga jelas bahwa kebutuhan manusia itu tidak hanya bersifat materi, akan
tetapi bersifat pskologikal, mental, intelektual dan bahkan juga spiritual.
Menarik pula
untuk dicatat bahwa dengan makin banyaknya organisasi yang tumbuh dan
berkembang di masyarakat dan makin mendalamnya pemahaman tentang unsur manusia
dalam kehidupan organisasional, teori “klasik” Maslow semakin dipergunakan,
bahkan dikatakan mengalami “koreksi”. Penyempurnaan atau “koreksi” tersebut
terutama diarahkan pada konsep “hierarki kebutuhan “ yang dikemukakan oleh
Maslow. Istilah “hierarki” dapat diartikan sebagai tingkatan. Atau secara
analogi berarti anak tangga. Logikanya ialah bahwa menaiki suatu tangga berarti
dimulai dengan anak tangga yang pertama, kedua, ketiga dan seterusnya. Jika
konsep tersebut diaplikasikan pada pemuasan kebutuhan manusia, berarti
seseorang tidak akan berusaha memuaskan kebutuhan tingkat kedua,- dalam hal ini
keamanan- sebelum kebutuhan tingkat pertama yaitu sandang, pangan, dan papan
terpenuhi; yang ketiga tidak akan diusahakan pemuasan sebelum seseorang merasa
aman, demikian pula seterusnya.
Berangkat
dari kenyataan bahwa pemahaman tentang berbagai kebutuhan manusia makin
mendalam penyempurnaan dan “koreksi” dirasakan bukan hanya tepat, akan tetapi
juga memang diperlukan karena pengalaman menunjukkan bahwa usaha pemuasan
berbagai kebutuhan manusia berlangsung secara simultan. Artinya, sambil
memuaskan kebutuhan fisik, seseorang pada waktu yang bersamaan ingin menikmati
rasa aman, merasa dihargai, memerlukan teman serta ingin berkembang.
Dengan
demikian dapat dikatakan bahwa lebih tepat apabila berbagai kebutuhan manusia
digolongkan sebagai rangkaian dan bukan sebagai hierarki. Dalam hubungan ini,
perlu ditekankan bahwa :
Kebutuhan
yang satu saat sudah terpenuhi sangat mungkin akan timbul lagi di waktu yang
akan datang;
Pemuasaan
berbagai kebutuhan tertentu, terutama kebutuhan fisik, bisa bergeser dari
pendekatan kuantitatif menjadi pendekatan kualitatif dalam pemuasannya.
Berbagai
kebutuhan tersebut tidak akan mencapai “titik jenuh” dalam arti tibanya suatu
kondisi dalam mana seseorang tidak lagi dapat berbuat sesuatu dalam pemenuhan
kebutuhan itu.
Kendati pemikiran
Maslow tentang teori kebutuhan ini tampak lebih bersifat teoritis, namun telah
memberikan fundasi dan mengilhami bagi pengembangan teori-teori motivasi yang
berorientasi pada kebutuhan berikutnya yang lebih bersifat aplikatif.
Reinforcement
theory, Teori ini tidak menggunakan konsep suatu motive atau proses motivasi.
Sebaliknya teori ini menjelaskan bagaimana konsekuensi perilaku dimasa yang
lalu mempengaruhi tindakan dimasa yang akan dating dalam proses pembelajaran.
Berbagai
pandangan tentang motivasi dalam organisasi.
2. CARILAH
ARTIKEL TENTANG MOTIVASI LALU DIANALISIS.
a. Drive
reinforcement
Biasanya di
terapkan dalam kehidupan sehari-hari, misalkan seorang kuli panggul di pasar
tradisional, jika ia dapat mengangkut/mengirim 5 ton buah pada tiap 5 karung
maka akan diberikan 2 kg buah segar oleh pemilik toko buah tersebut,
Drive-Reinforcement
nya berbentuk reward berupa materi yang diberikan pemilik toko kepada
pekerjanya (kuli panggul).
b. Teori
Harapan
Contoh Kasus
PHK
Dari sudut
pandang Expectancy Theory, para pekerja tidak termotivasi untuk bekerja keras
karena tidak adanya hubungan antara prestasi kerja dengan penghasilan. Persepsi
mereka adalah bahwa kerja keras tidak akan memberikan mereka penghasilan yang
diharapkan. Malahan, dengan adanya PHK, mereka memiliki persepsi bahwa walaupun
telah bekerja keras, kadang-kadang mereka malah mendatangkan hasil yang tidak
diinginkan, misalnya PHK. Konsisten dengan teori ini, para pekerja pun
menunjukkan motivasi yang rendah dalam melakukan pekerjannya.
•
Rekomendasi: Kaitkan penghasilan dengan prestasi. Sesuai dengan Expectancy
Theory (Vroom, dalam Donovan, 2001), tiga hal akan direkomendasikan untuk
perusahaan dalam Contoh Kasus:
» Tingkatkan
Expectancy: Para pekerja perlu merasa bahwa mereka mampu mencapai prestasi yang
tinggi. Jika perlu, perusahaan perlu memberikan pelatihan untuk memastikan
bahwa para karyawan memang memiliki keahlian yang dituntut oleh masing-masing
pekerjaannya.
» Tingkatkan
Instrumentality: Ciptakan reward system yang terkait dengan prestasi. Misalnya,
selain gaji pokok, tim yang berhasil mencapai targetnya secara konsisten akan
mendapatkan bonus. Dengan cara ini, para karyawan mengetahui bahwa prestasi
yang lebih baik memang benar akan mendatangkan penghasilan yang lebih baik pula.
» Tingkatkan
Valence: Karena masing-masing individu memiliki penilaian yang berbeda,
sangatlah sulit bagi perusahaan untuk merancang reward system yang memiliki
nilai tinggi bagi setiap individu karyawan. Salah satu cara mengatasi hal ini
adalah dengan memberikan poin bonus yang bisa ditukarkan dengan berbagai jenis
hal sesuai kebutuhan individu, misalnya poin bonus bisa ditukarkan dengan hari
cuti, uang, kupon makan, dsb. Konsekuensi dari program ini adalah perusahaan
harus menerapkan sistem pencatatan yang rapi untuk memastikan bahwa
masing-masing karyawan mendapatkan poin bonus secara adil.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar