Kamis, 28 November 2013

manajemen stratejik

A.       Pengertian Manajemen Stratejik
Manajemen strategi terdiri dari dari dua kata ; manajemen dan strategi. Manajemen berarti  pengaturan atau pengelolaan. Sedangankan strategi, menurut  bahasa strategi yang berasal dari bahasa Yunani strategos atau strategeus dengan kata jamak strategi. Strategos berarti jenderal, namun dalam Yunani kuno sering berarti perwira negara (state officer) dengan fungsi yang luas (Salusu 2003 :85 ).
Manajemen strategi adalah suatu proses pengambilan keputusan dan tindakan yang mengarah kepada pengembangan strategi yang efektif atau yang membantu perusahaan mencapai tujuannya (Johanes:2011). Manajemen strategis sangat berkaitan dengan keputusan startegis pula. Johanes (2011) menyatakan bahwa, Keputusan strategi adalah  berkaitan dengan definisi bisnis, produk dan pasar yang akan dilayani, fungsi yang akan dilaksanakan, dan kebijakan utama.
Sedangkan Siagian (2004) mendefinisikan manajemen stratejik sebagai: Serangkaian keputusan dan tindakan mendasar yang dibuat oleh manajemen puncak dan diimplementasikan oleh seluruh jajaran suatu organisasi dalam rangka pencapaian tujuan organisasi tersebut.
Menurut Hadari Nawawi (2005:148-149) menyatakan bahwa, “Manajemen strategik adalah perencanaan berskala besar (disebut Perencanaan Strategik) yang berorientasi pada jangkauan masa depan yang jauh (disebut VISI), dan ditetapkan sebagai keputusan manajemen puncak (keputusan yang bersifat mendasar dan prinsipil), agar memungkinkan organisasi berinteraksi secara efektif (disebut MISI), dalam usaha menghasilkan sesuatu (Perencanaan Operasional) yang berkualitas, dengan diarahkan pada optimalisasi pencapaian tujuan (disebut Tujuan Strategik) dan berbagai sasaran (Tujuan Operasional) organisasi”
Pengertian yang cukup luas ini menunjukkan bahwa manajemen strategik merupakan suatu sistem yang sebagai satu kesatuan memiliki berbagai komponen yang saling berhubungan dan saling mempengaruhi, dan bergerak secara serentak ke arah yang sama pula. Komponen pertama adalah Perencanaan Strategik dengan unsur – unsurnya yang terdiri dari Visi, Misi, Tujuan Strategik organisasi. Sedang komponen kedua adalah Perencanaan Operasional dengan unsur – unsurnya adalah Sasaran atau Tujuan Operasional, Pelaksanaan Fungsi – fungsi manajemen berupa fungsi pengorganisasian, fungsi pelaksanaan dan fungsi penganggaran, kebijaksanaan situasional, jaringan kerja Internal dan eksternal, fungsi kontrol dan evaluasi serta umpan balik.

B.     Perencanaan Strategik, dan Manjemen Strategik dalam TQM
TQM (Total Quality Management) adalah suatu pendekatan yang seharusnya dilaksanakan oleh organisasai masa kini untuk memperbaiki kualitas outputnya, menekan biaya produksi dan meningkatkan produktivitasnya. Maka perlu adanya Perencanaan strategic yang artinya suatu proses di mana staf penuntun organisasi menggambarkan masa depan organisasinya dan mengembangkan prosedur serta pelasanaannya untuk mencapai masa depan tersebut.
Organisasi dapat melakukan rencana strategik apabila:
1.      dapat menggambarkan masa depan dengan jelas
2.      dapat merumuskan misi
3.      dapat membedakan misi dengan misi organisasi di atasnya
4.      dapat mengetahui customer yang penting
5.      memiliki pemimpin yang menghayati perlunya kualitas dan produktivitas

Manfaat Perencanaan strategic sebagai berikut:
1.      dapat memperkuat "critical mass" menjadi tim kompak untuk mencapai tujuan bersama
2.      dapat membantu untuk mengoptimisasikan performance organisasi
3.      dapat membantu pimpinan untuk selalu memusatkan perhatian dan menganut kerangka bagi upaya perbaikan secara kontinu
4.      memberikan pedoman bagi pengambilan keputusan sehari-hari
5.      dapat memberikan kemudahan untuk mengukur kemajuan organisasi dalam usaha mencapai tujuannya untuk memperbaiki kualitas dan produktivitas.

Model Perencanaan strategic:
1.      Kegiatan pra-perencanaan; dimana pimpinan dapat meminta coordinator TQM sebagai konsultan dan meniapkan logistic guna mendukung Perencanaan
2.      Penilaian organisasi; membuat rumusan kasar atas misi, vision, asas-asas penuntun dan asumsi perncanaan serta mengadakan penilaian terhadap lingkungan internal dan eksternal organisasi.
3.      Misi; adalah pernyataan tentag tujuan yang relative tetap. Menjelaskan apa yang harus dikerjakan , untuk siapa dan bagaimana mengerjakannya.
4.      Vision; adalah gambaran ideal tentang dimana dan bagaimana organisasi berwujud di waktu yang akan datang.
5.      Asas-asas penuntun; adalah pola nilai-nilai yang perlu dianut oleh tata laku anggota organisasi.
6.      Asumsi Perencanaan; adalah keyakinan yang didasarkan pada pengalaman dan pengetahuan tentang kejadian internal dan eksternal dalam organisasi.
7.      Tujuan strategic; merupakan keinginan yang hendak dicapai dalam organisasi dalam jangka panjang dan konsisten.
8.      Strategi; yaitu bagaimana tujuan strategic itu dicapai.
9.      Kegiatan pendukung; menjelaskan siapa yang akan melaksanakan kegiatan dan kapan dilakukannya.

1.      Pengendalian Mutu
Konsep manajemen strategik bertumpu pada definisi perencanaan strategik dimuka. Walaupun perencanaan strategik merupakan proses awal manajemen strategik, namun kegiatan tersebut tidaklah cukup apabila tidak diikuti oleh penyebarluasan dan implementasi rencana, serta evaluasi pelaksaan rencana tersebut.
Managemen strategic adalah suatu pendekatan kesisteman untuk mengidentifikasi dan melakukan perubahan yang diperlukan serta mengukur performa organisasi yang bergerak menuju vision yang digariskan. Jadi manajemen strategic adalah pendekatan kesisteman, yang menghubungkan Perencanaan strategic dan pengambilan keputusan sehari-hari organisasi.
Perencanaan strategik dan manajemen strategik dimaksudkan untuk membantu bagian - bagian organisasi bekerja sama secara baik dengan tujuan bersama untuk merealisasikan vision yang telah ditentukan. Kedua metode itu merupakan suatu cara untuk meluruskan seluruh proses dan meliputi "customer" serta "suppliers" guna membantu untuk menentukan dan memenuhi kebutuhan di waktu yang akan datang.

Perencanaan strategik dan manajemen strategik memang menuntut kerja keras. Tetapi apabila dikerjakan dengan benar, kedua metoda tersebut akan memberikan keuntungan kepada organisasi dan dapat mengkompensasi beban kerja keras yang telah dilakukan.
Dahulu banyak organisasi yang berusaha meningkatkan produktivitasnya, namun membiarkan kualitasnya konstan. Reaksi berantai menyatakan bahwa turunnya biaya dan meningkatnya produktivitas adalah akibat meningkatnya kualitas. Reaksi berantai yang diungkapkan oleh Deming menimbulkan pertanyaan, apakah premis tersebut berlaku dalam segala keadaan ? Dengan kata lain, "kualitas dahulu atau produktivitas dahulu dalam melakukan perencanaan strategik ?".
Persoalannya bukanlah mana yang terdahulu, melainkan siapa yang harus didahulukan. Berdasarkan pertanyaan tersebut, jelas bahwa kebutuhan customerlah yang harus didahulukan, yang berarti kualitas. Dalam organisasi usaha baru atau proyek baru, perlu dimulai dengan aspek kualitas dalam melaksanakan desain produk dan jasa. Konsep ini divisualisasikan dalam implikasi reaksi berantai Deming.
Fokus strategi kemungkinan akan berubah apabila menghadapi organisasi yang sedang berjalan. Perlu adanya pendalaman penghayatan akan situasi dengan menggunakan cara pemecahan persoalan. Seperti antara lain cause and effect diagram untuk mengetahui persoalan mana yang perlu dipecahkan terlebih dahulu : kualitas, produktivitas atau kualitas kehidupan kerja.
Apabila menggunakan cara pemecahan persoalan tersebut ditemukan bahwa persoalan utamanya adalah kualitas, maka persoalan kualitas dipecahkan terlebih dahulu. Demikian juga apabila persoalan utamanya adalah produktivitas, maka produktivitas yang harus ditangani terlebih dahulu. Akhirnya apabila kondisi kerja atau personil merupakan persoalan utama, maka program yang harus dilaksanakan pertama kali adalah kualitas kehidupan kerja.
Premis menyatakan "dengan memperbaiki kualitas, biaya akan menurun dan produktivitas meningkat" yang oleh Ishikawa disebut sebagai Total Quality Concept. Jadi persoalannya bukan kualitas dulu atau produktivitas dulu? Tetapi siapa yang harus didahulukan.
Disini jelas bahwa customer yang harus didahulukan, yang berarti kualitas. Dari titik sudut manapun kita mulai, yang menjadi saasaran utama adalah pengendalian biaya yang terletak pada titik pusat segitiga. Ini berarti bahwa penggunaan biaya harus betul-betul diarahkan untuk pemecahan persoalan yang dihadapi oleh organisasi.
Untuk memilih langkah apa yang harus dambil, maka berdasarkan prinsip interactive planning, maka organisasi perlu diajak untuk berpartisipasi guna melakukan Perencanaan strategic.

2.      Pengendalian Strategi
Pengendalian organisasi terdiri dari tiga jenis, yaitu pengendalian strategis, pengendalian manajemen dan pengendalian operasional. Pengendalian strategis merupakan proses dari evaluasi strategi, yang dilakukan baik strategi tersebut dirumuskan dan setelah diimplementasikan.
Pengendalian manajemen berfokus pada pencapaian sasaran dari berbagai substrategi bersesuaian dengan strategi utama dan pencapaian sasaran dari rencana jangka menengah. Sedangkan pengendalian operasional berpusat pada kinerja individu dan kelompok yang dibandingkan dengan peran individu dan kelompok yang telah ditentukan oleh rencana organisasi. Masing-masing jenis pengendalian tersebut tidak terpisah dan tidak berbeda secara nyata serta dalam kenyataan mungkin tidak berbeda satu dengan yang lainnya.
Pengendalian strategi menurut Schendel and Hofer berfokus pada dua pertanyaan (1) apakah strategi yang diimplementasikan sebagai yang direncanakan dan (2) apakah hasil yang dibuat oleh strategi merupakan yang diharapkan. Definisi ini merujuk pada kajian tradisional dan langkah umpan balik yang merupakan langkah akhir dari proses manajemen strategis. Model normatif dari proses manajemen strategis yang menggambarkan langkah-langkah utama tersebut mencakup perumusan strategi, implentasi strategi dan evaluasi (pengendalian) strategi.
Ukuran yang besar pada organisasi ada kaitannya dengan hubungan ekonomis.  Pertumbuhan yang makin besar sangat diinginkan karena dengan makin meningkatnya besaran organisasi maka berdampak pada skala ekonomi (economic of scale).  Makin besar organisasi seringkali lebih efisien dalam operasional organisasi tersebut.
Pengendalian strategi berpijak terutama pada proses pengendalian tradisional yang melibatkan kajian dan umpan balik kinerja untuk menentukan rencana, strategi dan sasaran yang telah dicapai dengan menghasilkan informasi yang digunakan untuk memecahkan masalah atau mengambil tindakan korektif.

3.      Proses Pengendalian Kualitas
Kualitas  menjadi faktor dasar keputusan konsumen dalam memilih suatu produk atau jasa, sehingga kualitas merupakan penentu keberhasilan bisnis, pertumbuhan dan peningkatan posisi bersaing. Untuk menjamin kualitas produk yang dihasilkan memenuhi syarat-syarat dari konsumen, maka perlu dilakukan pengendalian kualitas. Ketika hanya satu karakteristik output dipertimbangkan dalam pengendalian kualitas, maka masalah dapat diselesaikan secara konvensional.
Pengendalian kualitas menjadi lebih kompleks ketika banyak karakteristik output yang dipertimbangkan dan masing-masing harus memenuhi spesifikasi tertentu. Kompleksitas pengendalian kualitas sebagai sebuah sistem seringkali menimbulkan konflik diantara beberapa tujuan yang ingin dicapai. Peningkatan pencapaian pada salah satu karakteristik mengakibatkan pengurangan pencapaian karakteristik yang lain, sehingga diperlukan perancangan sistem pengendalian kualitas secara simultan.
Perbaikan yang berkesinambungan pada produk untuk memenuhi kebutuhan pelanggan, memberikan keberhasilan usaha dan mengembalikan investasi kepada para pemegang saham dan pemilik perusahaan.
Suatu karakteristik dari pengendalian kualitas modern adalah bahwa didalamnya terdapat aktivitas yang berorientasi pada tindakan-tindakan pencegahan kerusakan dan bukan berfokus pada upaya untuk mendeteksi kerusakan saja. Kualitas melalui inspeksi saja tidak cukup dan hal itu memakan biaya yang banyak. Meskipun tetap menjadi persyaratan untuk melakukan beberapa inspeksi singkat atau audit terhadap produk akhir tetapi usaha pengendalian kualitas seharusnya lebih difokuskan pada tindakan pencegahan sebelum terjadinya kerusakan dengan jalan melaksanakan aktivitas secara baik dan benar pada waktu pertama kali mulai melaksanakan suatu aktivitas.
Dengan melaksanakan prinsip ini usaha peningkatan kualitas akan mampu mengurangi ongkos produksi. Sehingga perlu dilakukan suatu sistem pengendalian proses sebagai implementasi dari tindakan preventif dalam sistem manajemen kualitas itu

4.      Budaya organisasi
Menurut M. Sashkin dan K. Kiser (1993) dalam bukunya Putting TQM to work, budaya terdiri dari dua komponen dasar yaitu keyakinan (beliefs) dan nilai (values). Dalam organisasi keyakinan dan nilai tersebut ditentukan dan diekspresikan melalui kepemimpinan dan diikuti oleh para anggota organisasi.
Sedangkan nilai adalah penghayatan anggota organisasi mengenai apa yang benar dan yang salah. Dan keyakinan adalah sikap tentang cara sesuatu bekerja dan cara hal tersebut seharusnya bekerja dalam organisasi. Budaya organisai menurut Schein (1990), berarti "pola nilai-nilai, keyakinan dan harapan yang tertanam dan berkembang di kalangan anggota organisasi mengenai pekerjaan"
Sehingga budaya organisasi berguna untuk menangani lingkungan internal dan eksternal organisasi sehingga anggota organisasi dapat mengadakan persepsi, berpikir dan merasakan pekerjaannya secara benar.

5.      Budaya TQM
Berdasarkan definisi budaya organisasi menurut Schein di muka, maka budaya TQM adalah pola nilai - nilai, keyakinan dan harapan yang tertanam dan berkembang dikalangan anggota organisasi mengenai pekerjaannya untuk menghasilkan produk dan jasa yang berkualitas.
Budaya mengandung nilai komponen keyakinan dan komponen nilai. Nilai adalah penghayatan anggota organisasi mengenai apa yang benar dan apa yang salah. Budaya TQM dalam organisasi, yaitu himpunan nilai dan keyakinan akan menjamin bahwa dengan penyesuaian diri pada perubahan itu, organisasi akan selalu memenuhi kebutuhan customer. Selanjutnya budaya TQM juga menentukan bahwa tujuan yang harus dicapai organisasi adalah memenuhi kebutuhan customers.
Sashkin dan K. Kiser telah menguraikan jaringan kompleks budaya TQM ke dalam delapan unsur budaya.
1.      Unsur Budaya 1
Informasi mengenai kualitas harus digunakan untuk perbaikan dan bukan untuk mengadili atau mengawasi anggota. Informasi mengenai performance dan kualitas harus disampaikan kepada mereka yang menggunakan untuk mengerti persoalan yang ada guna mencari solusi dan mengambil tindakan yang perlu demi perbaikan.
2.      Unsur Budaya 2
Kewenangan harus berimbang dengan tanggung jawab. Karyawan yang mempunyai tanggung jawab untuk melaksanakan suatu pekerjaan dan mencapai hasil tertentu, harus diberi wewenang yang diperlukannya untuk melaksanakan pekerjaan tersebut secara efektif.
3.      Unsur Budaya 3
Harus ada penghargaan terhadap hasil yang dicapai. Hal ini berarti bahwa individu, tim dan seluruh anggota organisasi harus ikut mengenyam hasil jerih payahnya secara adil.
4.      Unsur Budaya 4
Kerjasama, bukan persaingan yang menjadi dasar bagi bekerja secara tim. Jadi sejauh mungkin para anggota organisasi harus saling membantu dalam melakukan pekerjaannya.
5.      Unsur Budaya 5
Karyawan harus memperoleh jaminan keamanan kerja. Dalam hal ini karyawan harus mengetahui bahwa pekerjaannya aman. Ini berarti bahwa mereka jangan sampai diberhentikan begitu saja seperti peralatan yang sudah usang.
6.      Unsur Budaya 6
Harus terdapat keadilan. Setiap anggota organisasi harus mempunyai persepsi bahwa dalam organisasinya terdapat iklim keadilan, berdasarkan tata laku dan tindakan para manajer pada semua tingkat.
7.      Unsur Budaya 7
Kompensasi harus adil. Hal ini berarti bahwa sistem gaji dan imbalan apapun harus wajar sesuai tugas, wewenang dan tanggung jawab.
8.      Unsur Budaya 8
Setiap anggota organisasi harus mempunyai rasa ikut memiliki organisasi. Ini dimaksud agar setiap anggota organisasi mempunyai kebanggaan akan pekerjaannya dan berusaha meningkatkan performance nya demi pencapaian tujuan organisasi.

Untuk dapat mengimplementasikan kedelapan unsur budaya TQM perlu terlebih dahulu diketahui budaya yang ada di dalam organisasi melalui survei guna mengetahui persepsi dan sikap para karyawan terhadap organisasinya.
Hasil survei tersebut dapat dipakai untuk menentukan langkah tindak awal guna mengimplementasikan delapan unsur budaya TQM secara bertahap. Mewujudkan budaya TQM membutuhkan kerja keras pimpinan dan membutuhkan waktu yang tidak sedikit (3-5 tahun). Namun hal ini merupakan sasaran yang harus dicapai demi kualitas, produktivitas dan daya kompetitif organisasi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar