Tanggung jawab sosial
Dalam hubungan bisnis dan pemangku kepentingan (stakeholder)
pada tahap awal diakui bahwa tanggung jawab sosial adalah fungsi pemerintah,
bukan tanggung jawab bisnis ataupun perusahaan. Pendapat ini tentunya terjadi
pada awal dekade dimana hasil alam masih berlimpah, persaingan industri tidak
ketat, dan tuntutan pemangku kepentingan terhadap perusahaan belum tinggi.
Dapat dicatata pendapat Friedman dalam Robin, F (2008) hal 232. menuliskan
bahwa The business of business is to maximise profits, to earn a good return on
capital invested and to be good corporate citizen obeying the law- no more and
no less. Sejalan evolusi pada seluruh bidang, termasuk adanya globalisasi, hal
demikian berubah drastis.
Dalam perkembangan bisnis baru, diakui bahwa tanggung jawab
sosial perusahaan yang dikenal sebagai Community Social Responsibility (CSR)
adalah fungsi perusahaan. Adapun “desakan” untuk itu bersumber dari banyak hal
baik karena tekanan global maupun regional. Bilamana dikaitkan fungsi maka ini
dilakukan secara sukarela (voluntary) bukan karena adanya paksaan dari luar,
utamanya dari pemerintah. Lebih dari itu, pembeda terminologi CSR dengan
penerapan sebelumnya terletak kepada fungsi “tanggung jawab ” yang bermakna
bahwa CSR sifatnya datang dari perusahaan.
Banyak konsep CSR yang dipubllikasikan, Wibisono (2007)
melaporkan CSR bahwa CSR didefinisikan sebagai komitmen dunia usaha untuk
terus-menerus bertindak secara etis, beroperasi secara legal dan berkontibusi
untuk peningkatan ekonomi, bersamaan dengan peningkatan kualitas hidup
komunitas lokal dan masyarakat secara lebih luas. Dalam versi World Bank CSR
didefinisikan sebagai “the comitment of business to contribute to sustainable
economic development working with employees and their representatives the local
community and society at large to improve quality of life, in ways that are
both and good fo business development”
Dalam batasan demikian, maka CSR sesungguhnya merupakan
konsep dan program yang menucnul secara sukarela, karena perusahaan menganggap
penting sehingga harus diformulasikan sedemikian rupa. Selanjutnya, di dalam
konsep CSR terdapat berbagai aspek seperti nilai, kultur, kompetensi, sejarah
perusahaan bahkan etika yang dijadikan dasar bertindak oleh seluruh pihak
internal manajemen perusahaan .
Isu terkait dengan CSR senantiasa mengalami perubahan sesuai
dengan dinamika dan kesadaran tetang kebutuhan bersama. Isu yang terkait
utamnya adalah Good Corporate Governance, Sustainable Development, sampai ke
Daya Saing. Bilamana isu ini disimak lebih dalam, maka ditemukan bahwa
penerapan CSR saling menopang dengan dimensi-dimensi tersebut. Bila dikatikan
dengan corporate governance maka penakanan CSR adalah pelibatan stakeholder
dalam tatakelola perusahaan. Semantara itu bila dikaitkan dengan isu
keberlanjutan, penekanannya adalah bahwa bisnis yang dapat berkelanjutan
apabila didukung oleh pemangku kepentingan. Selanjutnya bila dikaitkan dengan
konsep daya saing, maka sisi pelaksanaan CSR adalah dalam rangka membangun daya
saing bisnis baik di tingkat regional maupun global (Zadek, 2006)
Dalam hubungannya dengan tanggung jawab sosial, prinsip
sederhana yang mendasari perkembangannya adanya satu pengakuan prinsip
mutualisme, dimana antara perusahaan dan masyarakat harus hidup berdampingan
dan saling memberikan manfaat bersama. Hal ini kemudian diakui oleh bisnis
bahwa hanya dengan masyarakat – yang dikenal juga dengan sebutan stakeholder
yang kuat – maka bisnis dapat berkembang dengan baik.
Dalam perkembangan yang lebih lanjut, perkembangan teknologi
menjadi isu yang paling dominan sebagai bagian daripada tanggung jawab sosial.
Teknologi cloning misalnya telah berkembang demikian pesat, akan tetapi tetap
dilaksanakan untuk mengapresiasi keberdaan daripada manusia dan masyarakat.
Demikian juga dengan teknologi transgenik di bidang budidaya secara teknologi
telah lolos akan tetapi secara sosial dan kemasyarakatan masih terus
dipertanyakan. Sesuai dengan penjelasan di atas, fokus diskusi pada studi ini
adalah bagaimanakah model pengembangan tanggung jawab sosial perusahaan dalam
presfektif penggunaan hasil penelitian dan teknologi.
2. Tanggung jawab sosial Perusahaan
Tanggung jawab sosial dewasa ini sudah menjadi bagian
daripada orientasi bisnis. Prinsip ketergantngan dan manfaat bersama ternyata
menjadi landasan utama dalam penyelenggaraan atau implementasi program tanggung
jawab sosial. Terminologi Tanggung jawab Sosial (social responsibility) sendiri
terkait dengan banyak istilah. Waddock dalam Meehan (2006) menjelaskan 9
istilah yang berkaitan dengan tanggung jawab sosial: 1) corporate social responsibility
(CSR), 2) corporate social perfomance (CSP), 3) alternative CSR3c, 4) Corporate
responsibility, 5) Stakeholder approcah, 6) Business ethics and values,
inclding nature-based values, 7) Boundary-spanning functions including,
Corporate Community Involvement (CCI), dan 9) Corporate Citizenship (CC).
Substansi daripada istilah ini dari masa ke masa mengalami
perubahan. Pada tahun 60an, tanggung jawab sosial lebih berintikan “charity”
perusahaan kepada lingkungan yang mengambil berbagai bentuk, berbeda antara
satu perusahaan terhadap perusahaan lain. Sudah tentu, model charity seperti
itu susah untuk dievaluasi manfaat dan dampaknya. Model pyramida yang
dikembangkan Carrol sangat dominan dalam penjelasan tanggung jawab sosial,
Caroll menjelaskan kaitan antara satu bidang tanggung jawab sosial korporasi
dengan bidang lain. Dari semua model di atas, salah satu yang dominan
dikembangkan sekarang ini ada model pendekatan yang dikembangkan yaitu model
pendekatan stakeholder (5). Model ini menjelaskan rinci peran pemangku
kepentingan dan fungsinya kepada perusahaan. Dengan identifikasi peran dan
kepentingan, maka perusahaan dapat mengintegrasikannya ke dalam satu pencapaian
tujuan. Sementara Meehan sendiri lebih menggunakan model 3C-SR, dimana inti
dari 3C adalah Commitment, Consistency dan Connection, dan patut dicatat tidak
kedua model ini sesungguhnya berbeda pandangna, pada model 3C lebih menekankan
konsep yang kemudian diurut menjadi operasional.
Di Indonesia, masalah tanggung jawab sosial bisnis menjadi
isu yang belum terslesaikan dengan baik. Menurut UU No 40 Tahun 2007, tentang
Perseroan Terbatas telah dinyatakan bahwa tanggung jawab Sosial adalah bagian
daripada tugas perseroan, oleh karena itu perseroan harus menyediakan dana.
Artinya komponen biaya tanggung jawab sosial bukan lagi didasarkan kepada skema
kalau perusahaan punya dana, akan tetapi di awal perusahaan telah diharuskan
mencantumkan dana tanggung jawab sosial. Konsep ini menjustifikasi anggaran di
tingkat manajemen puncak yang belum tentu mendapat pengesahan. Lebih dari itu,
perseroan diharuskan menyampaikan laporan.
Selain aturan ini masih ada program lain bersifat insentif
dan fasilitatif, yaitu PROPER (Program Penilaian Peringkat Kinerja Perusahaan)
yang dimaksudkan untuk mendorong perusahaan peserta meningkatkan prestasi
mereka dalam program lingkungan hidup secara luas. Sesuai dengan prinsip dasar
PROPER dari Kementerian Lingkungan Hidup mendorong penataan perusahaan dalam
pengelolaan lingkungan melalui instrumen insentif dan diseinsentif reputasi
dengan pelibatan masyarakat dan sekaligus sebagai wujud dari pelaksanaan UU
Pengelolaan Lingkungan Hidup No. 23/1997 pasal 5 ayat 2 tentang hak masyarakat
atas infomasi lingkungan hidup yang berkaitan dengan peran dalam pengelolaan
lingkungan hidup. Perusahaan yang terlibat dalam program mengalami peningkatan
dari tahun ke tahun, karena hasil peringkat dimumkan terbuka, yang baik diberi
hadiah, pihak manajemen merasa manfaat langsung. Walau program ini tidak bisa
disamakan dengan program tanggung jawab sosial, karena kecenderungan pada
program ini adalah masalah lingkungan.
Bersamaan dengan pandangan ini dikenal istilah stakeholder
dalam terminologi Indonesia dikenal sebagai pemangku kepentingan . Jadi kalau
tuga perusahaan pada awalnya adalah untuk menciptakan keuntungan kepada pemilik
saham (shareholder), maka tugas ini telah berobah menjadi memberikan manfaat
kepada stakeholder. Dari hasil penelusuran studi literatur diketahui bahwa
banyak penulis mengacu kepada pendapat Carol (1979) yang mengidentifikasi bahwa
tanggung jawab sosial perusahaan adalah: 1) ekonomi, 2) legal, 3) ethical, 4)
diskresionary. Masing-masing tanggung jawab sosial ini dijelaskan sebagai
berikut (Jamali, D. 208)
1) Ekonomi mislanya berkaitan dengan menyediakan ROI kepada
pemegang saham, menciptakan pekerjaan dan pengupahan yang adil, menemukan
sumberdaya baru, mempromosikan penggunaan teknologi lanjutan, inovasi, dan
menciptakan barang dan jasa yang baru.
2) Legal berkaitan dengan peran perusahaan memainkan peran
sesuai dengan peraturan dan prosedur. Dalam kaitan ini masyarakat mengharapkan
agar perusahaan dapat memenuhi visi dan misi yang diusungnya.
3) Etika diharapkan agar pelaku bisnis mempunyai moral,
etika kerja dimana perusahaan berada. Etika tidak harus sesuai dengan apa yang
diatur dalam aturan formal, akan tetapi dapat memenuhi harapan masyarakat
terhadap perusahaan , misalnya menghargai masyarakat, menghidnari pencideraan
masyarakat, dan mencegah adanya bencana bagi masyarakat.
4) Berkaitan dengan penilaian, pilihan perusahaan dalam hal
kegiatan yang diharapkan kembali kepada masyarakat.
Tentang dampak hubungan baik antara perusahaan dengan
pemangku kepentingan , Kotter J dan James (1992) dalam Svendensen et.al. (2000)
laporannya tentang Corporate Culture yang dilaporkan Harvard, menunjukkan bahwa
selama 11 tahun pemantauannya menunjukkan bahwa dari sisi: pertumbuhan
penjualan dan pertumbuhan karyawan, perusahaan yang berorienatasi keapada
stakeholder berikenerja lebih baik dbanding dengan perusahaan yang berorientasi
pada pemegang saham. Dicatat juga bahwa manajemen yang menerapkan visi lebih
memberikan fokus kepada stakeholder daripada pemegang saham. Laporan ini senada
dengan hasil penelitian tentang Living Company (1997) dimana ditemukan bahwa
perusahaan yang berorientasi kepada pemangku kepentingan tetap berada pada
hubungan yang harmonis dengan lingkungan nya dengan tetap menjada hubungan kuat
dengan lingkungan. Hal demikian dimungkinkan karena manfaat yang diterima
perusahaan yang berorientasi kepada pelanggan akan memberikan manfaat yang
berkelanjutan terhadap perusahaan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar